Rabu, 19 Maret 2008

BILA KEMBAR BERSAING


“Punya anak kembar? Sering berantem ya?”

PERTANYAAN tadi acapkali dilontarkan kepada saya, ketika tahu saya memiliki anak kembar. Sepertinya stigma berantem ini melekat erat pada kembar. Padahal sejatinya, mereka anak-anak yang jauh dari keinginan berantem.

Bersaing Sejak Kandungan
PERSAINGAN antara dua anak kembar, sebenarnya tidak an sich dianggap sebagai sebuah perseteruan, Mereka sudah dalam keadaan survive sejak mereka membelah pada tahapan zygote, embrio sampai ketika terbentuk menjadi foetus (janin) dalam rahim ibu. Setiap tahapan mengandung risiko sendiri-sendiri.

Saat terjadi pembelahan sel, risiko tidak membelah sempurna menjadikan terjadi fenomena kembar siam. Saat berdesakan sebagai foetus dalam rahim, risiko kematian salah satu foetus mengancam ketidakberlanjutan foetus kembarannya. Belum lagi begitu bayi kembar dilahirkan, ketahanan hidup masing-masing membuat yang mampu bertahan hidup di udara luar rahimlah yang masih bertahan.

Stigma di atas wajar terbentuk, karena memang pada tahapan pasca lahir yang bisa terlihat. Meski kalau pun terbentuk persaingan lebih pada karena pengaruh lingkungan sekitar. Tak heran bilamana banyak literatur mengkategorikan persaingan ini dimulai pada saat mereka sama-sama mulai menghirup oksigen.

Mereka diawali dengan persaingan untuk sama-sama dapat menghirup oksigen. Seiring berjalannya waktu, mereka akan bersaing untuk mendapatkan perhatian lebih dari kedua orangtuanya dan lingkungannya.

Berebut Perhatian
KETIKA mereka bersekolah, tanpa sadar persaingan pun muncul. Orangtua (dan juga guru) akan cenderung memisahkan kelas mereka. Pemisahan ini pun akan menumbuhkan persaingan di antara mereka. Mereka akan berebut membuktikan diri, siapa yang lebih unggul di kelasnya masing-masing. Unggul di antara teman-teman sekelas, dan bisa jadi unggul dari kembarannya di kelas lain. Persaingan ini pun kadang berlanjut ke dalam rumah. Di mana mereka akan saling menceritakan keunggulan masing-masing selama hari-hari mereka di sekolah.

Hanya saja, walaupun mereka selalu ingin menunjukan semacam kelebihan mereka satu sama lain, hubungan di antara mereka tetap harmonis. Kadangkala meski muncul kecemburuan, mereka tetap merasa senang bila saudara mereka juga merasa senang. Egaliter dan unik, bukan malahan menjatuhkan seperti perseteruan sebagaimana dilakukan orang dewasa. Acapkali mereka saling menghormati kembarannya ketika mendapatkan prestasi lebih.

Walau pun mereka bersaing, mereka tetap bekerjasama dengan akrab. Mereka acapkali memanfaatkan identitas kembar mereka untuk saling membantu sesama saudara. Cerita sinetron ada benarnya untuk hal ini.

Sikap Orang Tua
SEGALANYA tergantung pada orang tuanya. Sebaiknya kita harus ciptakan suasana yang kondusif di dalam rumah. Kalau pun memunculkan suasana persaingan, tetap membina mereka untuk berpikir konstruktif. Sering-seringlah mendoktrinasi kembar: bahwa mereka berdua sama-sama spesial dalam kacamata orang tua, bukan makhluk aneh karena kembarnya, dan betapa beruntungnya kita memiliki mereka berdua. Berilah pengertian bahwa dalam hidup ini ada yang kalah dan ada yang menang. Tidak semuanya menang. Hidup adalah sebuah pilihan.
Sumber: Pengalaman pribadi, www.inspiredkidsmagazine.com

Tidak ada komentar: