Senin, 21 April 2008

KEMBAR TAPI BEDA SIFAT


INI cerita tentang kawan saya. Ia mempunyai anak kembar perempuan umur 11 tahun, Pritha dan Prithi. Meski mereka kembar, tetapi perilaku mereka berbeda. Pritha sangat rajin belajar dan patuh perintah orang tua. Sedangkan Prithi tidak demikian. Prithi selalu membantah, malas-malasan mengerjakan tugas rumah dari gurunya. Ia sepertinya tidak punya motivasi untuk meraih rangking kelas. Apa yang terjadi pada keluarga ini?
Selidik-punya selidik, ternyata kawan saya tadi –sebagaimana diakuinya-- pernah melakukan kesalahan besar dalam hidup keluarganya. Saat ia dipindah tugas ke luar Jawa --untuk menghemat biaya-- ia hanya mengajak Pritha. Sementara Prithi dititipkan ke neneknya di Jawa. Inilah kesalahan terbesar dalam membesarkan kembar, orang tua pilih kasih. Kini, meskipun ia sudah berkecukupan dan tinggal bersama lagi di Jakarta, namun ada yang terluka di dalam keluarga tersebut. Prithi merasa bahwa dia bukanlah pilihan orang tuanya, karena yang dipilih adalah Pritha. Bisa jadi ia mewujudkannya dengan perilakunya.


BANYAK orang mengira, anak kembar pasti sifat, harapan, kepandaian, dan lain-lain pasti sama. Dalam kasus di atas, kawan saya rupanya tercekoki dengan persepsi tradisional yang keliru, bahwa anak kembar harus dipisah satu sama lainnya. Pemahaman ini membuat kawan saya (dan juga orang tua kembar yang lain) mengesampingkan perasaan satu anak kembarnya karena menganggap mereka memiliki persepsi sama dengan anak kembarnya yang lain.
Pendapat ini tidak benar. Meski kembar, tetapi mereka berdua tetap merupakan individu yang mempunyai sifat, harapan, keinginan, kepandaian, dan kepribadian yang berbeda. Hal itu menuntut perlakuan berbeda pula. Komunikasi Prithi yang baru saja berkumpul kembali dengan orang tuanya tentu tidak sepenuh komunikasi Pritha dengan kedua orang tuanya. Komunikasi yang terjalin antara keluarga itu dengan Prithi masih dalam kategori proses belajar untuk saling mengenal satu sama lain. Berbeda dengan Pritha yang sejak lahir sampai sekarang tidak berpisah dengan orangtuanya. Semua karakter yang dimilikinya tentu saja dikenali kedua orang tuanya.
Mungkin Prithi sedih dan kecewa karena baru berkumpul dengan orang tuanya kemudian. Dia melihat Pritha lebih beruntung karena sejak lahir tidak harus berpisah dengan orangtuanya. Dapat juga muncul perasaan disingkirkan karena kehadirannya dianggap merepotkan sehingga harus dititipkan kepada neneknya, sekalipun mungkin sang nenek sangat memanjakannya.
Dibutuhkan komunikasi yang harmonis antara orang tuanya dengan Prithi agar harapan, keinginan dan masalahnya dapat ditampung dengan baik sehingga ditemukan solusi terbaik. Perlu kesabaran ekstra agar Prithi tidak merasa asing dengan orang tuanya, saudara dan keluarga utuh yang belakangan ini dikenalnya lebih intens.
Ketika sekarang Prithi kumpul bersama keluarga utuhnya, bisa juga dia merasa dan berpikir mengapa masih dibedakan dengan Pritha? Perasaan lain mungkin juga muncul, mengapa hanya Pritha yang perhatikan dan dipuji orang tuanya? Perasaan-perasaan seperti itu yang dapat membuat Prithi merasa mendapat perlakuan lain dari orang yang sama-sama melahirkan mereka. Jadi, Prithi merasa tidak mendapatkan kasih sayang seperti saudara kembarnya.
Sepertinya sepele, namun itulah noktah penyakit yang menyerang keluarga kawan saya. Kunci penyembuhannya terletak pada kawan saya dalam merekonstruksi kembali keutuhan komunikasi terhadap kedua anak kembarnya dan anak-anak yang lainnya. Auto-healing, penyembuhan sendiri yang tentu saja harus dilakukan oleh keluarga kawan saya. Apapun metodanya bisa dipakai, kunci utamanya adalah memperbaiki komunikasi. Komunikasi yang berkesinambungan di dalam keluarga memang perlu dikembangkan.
Bagaimana pun mengasuh anak kembar memang repot. Yang paling penting orang tua tidak membanding-bandingkan kemampuan masing-masing. Juga tidak menuntut kemampuan atau keberhasilan yang sama pada mereka, karena mereka merupakan individu yang berbeda. Sebaiknya orang tua bersabar mengenal dan menghadapi sikap anak kembarnya meskipun dianggap sangat menjengkelkan. Jangan sampai anak merasa semakin frustasi dengan keterasingannya dalam keluarganya sendiri.

Jakarta, 21 Februari 21/02/2008

Jumat, 11 April 2008

SPIRITUAL KEMBAR


TADINYA aku tak percaya, ikatan antara saudara kembar sedemikian kuatnya. Diyakini kalau salah satu kembar sakit maka yang lain akan ikut-ikutan sakit. Lama-lama aku memiliki aksioma sendiri tentang nilai-nilai spiritual si kembar. Saya setuju, dalam hal tertentu ikatan spiritual mereka bisa kuat. namun, dalam beberapa hal masih bisa terbantahkan oleh logika awam.

Saya manfaatkan anak kembar saya untuk eksperimen. Suatu ketika G-1 sakit, maka tak beberapa lama kemudian G-2 ikut-ikutan sakit. Ikatan spiritual? Bisa jadi bukan!. Selidik punya selidik, sakitnya G-2 karena tertulari oleh G-1. Betapa tidak? Mereka tidur bersama dalam kasur yang sama, memakai handuk yang sama, dan memakai baju yang sulit di-protect "hanya" untuk G-1 bukan milik G-2. Virus atau bakteri pasti akan mudah menular sari satu kembar ke kembar lainnya.

Ketika G-1 "pulang kampung" ikut mbaknya, maka setiap malam kulihat G-2 yang tetap tinggal di "kampungnya" di Jakarta selalu merenung. "Kapan ya G-1 pulang?", atau berguman lirih, "Sedang apa ya G-1 sekarang?". Saya pikir, mereka berdua "main telepati" karena pada saat dicek via SMS ke kampung, G-1 memikirkan hal serupa. Namun hal ini saya tepis kemudian. Wajar kalau mereka "merindukan" sesamanya sebab di rumah, mereka terbiasa berdua dan sekarang ini sendirian.

Mungkin aksioma saya agak gamang untuk eksperimen yang ke tiga ini. Ketika G-1 sakit, iseng-iseng G-2 saya ajari tentang terapi penyembuhan ala hypnoterapi, "Kalau saudara kembarmu sakit, pegang keningnya dengan telapak tangan, dan ucapkan sebentar lagi sembuh ya?...". Apa yang terjadi kemudian? masih dalam hitungan menit, panas G-1 mulai mereda dan Alhamdullilah sejam kemudian sudah bercanda tertawa-tiwi dengan saudara kembarnya. Ikatan spiritual yang kuat? Ataukah ada logika awam yang bisa menjelaskan? Bisa saja hal itu terjadi karena pengaruh sugesti ala hyponoterapi yang saya ajarkan. Tetapi bukan tidak mungkin, sembuh karena ikatan yang kuat antara mereka.